Narasumber dari kegiatan webinar nasional ada 3 yaitu Dr. H. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag (Dekan FTIK IAIN Pekalongan), Dr. Maemonah, M.Ag (Dosen FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan KH. Agus Humaedy, M.Ag (Ketua MUI Kabupaten Pemalang). Acara webinar dilaksanakan dengan media google meet dan live streaming google.
Narasumber pertama menyajikan tentang tantangan yang dialami oleh perguruan tinggi dan sekolah selama masa covid-19. Guru atau Dosen PAI harus mampu melakukan pembelajaran secara non tatap muka atau daring. Belajar dari Rumah (BDR) memiliki sebuah tantangan bagi guru agar hard skill dan soft skill bisa tersampaikan kepada peserta didik. Tidak hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value menjadi sebuah tuntutan pembelajaran daring. Selain itu beliau juga menawarkan sebuah metode baru di era new normal yaitu blanded learning sebuah kombinasi dari pertemuan ruang kelas tradisional (traditional learning) dan ruang kelas digital (e-learning). Aplikasi metode Blended Learning/BL disebut sebagai transformasi pedagogi pendidikan yang menggabungkan fungsi digital untuk learning and development. Model ini membagi sistem pengajaran selama satu semester menjadi 3 fase utama, yaitu: Fase 1 (70%rencana belajar mengajar ditujukan untuk proyek pengembangan keahlian yaitu kolaborasi, komunikasi, kreativitas, dan berpikir kritis), Fase 2 (20% pertemuan dengan dosen/mentor untuk tujuan bimbingan), dan Fase 3 (10%pertemuan tradisional di dalam kelas untuk menjelaskan teori/konsep utama).
Narasumber kedua menyajikan tentang pendidikan agama yang selama ini dilaksanakan dengan metode kolektivitas seperti sholat berjama’ah, shalat jumat, doa bersama (tahlil, khatm al-quran dsb) telah berubah menjadi individualitas dan keberjarakan. Dengan adanya pandemic covid-19 maka lahirlah sebuah proses konstruksi baru dalam pembelajaran dan keberagamaan di masyarakat. Hal yang menjadi masalah adalah siapkah pendidikan Agama menuju Konstruksi Pendidikan Baru?. Pendidikan agama tidak semata pendidikan tetapi juga agama. Dua hal yang bisa jadi berjalan dalam proses konstruksi dan terdampak covid-19 tetapi arah dan responnya bisa jadi berbeda-beda. Kemudian pendidikan agama sesungguhnya memiliki modal besar dalam proses rekayasa sosial menuju konstruksi sosial baru karena di sana ada tokoh agama sekaligus tokoh pendidikan yang mampu menggerakan masyarakatnya. pendidikan agama pada saat yang sama juga memiliki kendala besar karena agama yang jatuh pada orthodoksi atau kepercayaan mutlak kadang justru menjadi penghalang terjadinya proses konstruksi baru masyarakat.
Narasumber ketiga menyajikan tentang fenomena islam rahmatan lil ‘alamin, moderat, lengkap, integral, dan islam itu mudah tidak sulit. Itulah karakteristik agama islam. Pendidikan agama islam pada saat pandemic membutuhkan peraran yang sangat besar dari orang tua dan juga dari masyarakat. Dengan terbatasnya interaksi anatara guru dan murid, maka harus ada pihak ketiga yang membantu menyukseskan pendidikan agama islam yaitu peranan keluarga.